Palopo, Wijatoluwu.com – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu, memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 25 Tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Kegiatan itu mengangkat tema Perkuat Kampung dan Solidaritas, Teguhkan Resiliensi Masyarakat Adat Nusantara
“Sebenarnya tema yang ada ini, itu didasari oleh kondisi masyarakat adat saat ini baik yang kondisi nasional maupun yang ada di lapangan masyarakat adat,” kata ketua AMAN Tana Luwu, Irsal Hamid, Minggu (17/3/2024).
Lebih lanjut Irsal mengatakan cakupan dialog yang digelar pada peringatam HKMAN dan hari jadi AMAN ke-25 tersebut tidak hanya pada daerah semata namun juga pada tingkat nasional.
“Karena kita ini adalah pengurus wilayah, maka konteks lokalnya itu adalah komunitas yang ada di tana luwu,” tuturnya.
Senada dengan itu, Dewan Aman Nasional Regional Sulawesi, Bata Manurun, mengatakan bahwa dalam momentum ini, pihaknya mendorong disahkannya undang-undang perlindungan masyarakat adat.
“Momentum hari kebangkitan masyarakat adat ini dan 25 tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, pada tingkat nasional itu, kami masih tetap mendorong undang-undang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat,” tegas Bata Manurun.
Menurutnya, ada ratusan masyarakat adat yang saat ini didiskriminalisasi hanya karena mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Tak hanya itu jutaan hektare lahan masyarakat adat juga disalah gunakan oleh sejumlah perusahaan-perusahaan pertambangan.
“Ada 272 masyarakat adat yang didiskriminalisasi karena mempertahankan tanah-tanah adat. Terus ada 8,5 juta Hektare wilayah adat di indonesia itu dirampas yang diambil alih oleh perusahaan-perusahaan tambang yang ada,” jelasnya.
Bata Manurun berharap, Negara tidak lagi mengkriminalisasi masyarakat adat. Bata Manurun juga mendesak Presiden RI Joko Widodo segera mengesahkan undang-undang perlindungan masyarakat adat.
“Jadi harapan kami sebenarnya di momentum 17 maret ini, Negara tidak lagi mengkriminalisasi masyarakat adat dan memberikan hak masyarakat adat tanah dan sumber daya alamnya. Negara dalam hal ini presiden segera mengesahkan undang-undang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat,” terangnya.
Dia (Bata) juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat RI segera membahas rancangan undang-undang perlindungan masyarakat adat. Hal itu ia tegaskan, karena menurutnya DPR RI dinilai tidak serius dalam membahas kebijakan tersebut.
“Hal yang paling mendasar yang kami rasakan adalah, pertama pada tingkat pengambil kebijakan yang ada di DPR, hampir semuanya anggota DPR RI tidak memberikan ruang untuk melakukan perubahan ataukah serius membahas rancangan undang-undang perlindungan masyarakat adat,” ujarnya.
Sementara Presiden RI Joko Widodo hingga saat ini, menurutnya tidak konsiseten dalam membahas terkait rancangan undang-undang tersebut. Sehingga Presiden dinilai kurang memperhatikan masyarakat adat dengan adanya Undang-undang cipta kerja yang tidak sejalan dengan undang-undang masyarakat adat.
“Di tingkat presidennya sendiri, sampai hari ini hanya bisa mengeluarkan statemen percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, tetapi di lain sisi presiden melahirkan undang-undang Cipta kerja, di mana undang-undang itu sendiri kontroversi sekali dengan undang-undang masyarakat adat,” pungkasnya.