Oleh: Ariyanto Ardiansya, S.IP., M.Si
Akademisi IAIN Bone Bidang Politik dan Pemerintahan
Pelayanan publik yang berkualitas merupakan cerminan dari pemerintahan yang baik. Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai garda terdepan birokrasi, memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa pelayanan publik berjalan secara efektif, efisien, dan transparan. Namun, tantangan terbesar yang sering dihadapi adalah menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Menurut Stephen L. Carter dalam bukunya Integrity (1996), integritas adalah keselarasan antara nilai, perkataan, dan tindakan seseorang. Dalam konteks ASN, integritas berarti menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, mematuhi peraturan, serta menghindari penyalahgunaan wewenang.
Sementara itu, profesionalisme merujuk pada kemampuan ASN dalam melaksanakan tugas sesuai standar kompetensi yang ditetapkan. Donald Schön (1983), dalam teorinya tentang Professional Development, menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan agar ASN dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Kombinasi antara integritas dan profesionalisme menjadi pondasi utama bagi ASN berkualitas—mereka yang tidak hanya bekerja demi kepentingan individu atau kelompok tertentu, tetapi juga melayani masyarakat dengan sepenuh hati.
Salah satu contoh nyata integritas ASN adalah seorang camat di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, yang menolak gratifikasi dari pihak swasta terkait proyek pemerintah. Meskipun menghadapi tekanan besar, ia memilih melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini membuktikan bahwa integritas bukan sekadar teori, tetapi praktik nyata yang memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Sebaliknya, pelanggaran integritas terlihat dalam kasus penyalahgunaan dana desa di beberapa daerah. Misalnya, seorang oknum ASN memalsukan laporan keuangan demi keuntungan pribadi, yang pada akhirnya merusak citra ASN secara keseluruhan.
Salah satu instrumen untuk menilai kualitas ASN adalah Indeks Profesionalitas ASN (IP ASN), yang mengukur kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan disiplin pegawai.
Pada tahun 2023, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melaporkan bahwa nilai IP ASN secara nasional masih perlu ditingkatkan, terutama pada dimensi kompetensi. Penyebab utama adalah Perencanaan pengembangan kompetensi pegawai yang belum sesuai kebutuhan dan belum terpenuhinya pelatihan minimal 20 jam pelajaran per tahun.
Selain itu, survei budaya kerja ASN pada 2023 menunjukkan bahwa indeks implementasi ASN BerAKHLAK di 442 instansi pemerintah hanya mencapai 60,5 dari skala 100, mengindikasikan perlunya peningkatan dalam penerapan nilai-nilai integritas dan profesionalisme.
Sebagai langkah perbaikan, BKN telah menerapkan transformasi pengukuran IP ASN berbasis meritokrasi, termasuk:
- Penyesuaian dimensi kualifikasi, dengan mempertimbangkan persyaratan jabatan.
- Penyesuaian dimensi kompetensi, berbasis predikat kinerja dan riwayat pengembangan kompetensi.
Diharapkan, perubahan ini akan menghasilkan pengukuran yang lebih objektif dan peningkatan kompetensi ASN secara keseluruhan. (Sumber: BKN). Untuk menciptakan ASN yang berintegritas dan profesional, beberapa langkah berikut dapat diterapkan:
- Penguatan Sistem Merit
Pengangkatan, promosi, dan pengembangan karier ASN harus berbasis kompetensi dan kinerja, bukan hubungan personal atau politik. - Peningkatan Kapasitas melalui Pelatihan
Pelatihan berkelanjutan menjadi kunci peningkatan kompetensi ASN, mencakup etika kerja, manajemen konflik, serta pelayanan publik berbasis digital. - Penerapan Sanksi yang Tegas
ASN yang melanggar integritas atau profesionalisme harus dikenakan sanksi sesuai peraturan, guna menciptakan efek jera dan menunjukkan komitmen pemerintah terhadap birokrasi yang bersih. - Transparansi dan Akuntabilitas
Pemanfaatan teknologi digital seperti e-governance dapat meningkatkan transparansi dan meminimalisir potensi pelanggaran dalam pelayanan publik.