Palopo, Wijatoluwu.com – DPRD Kota Palopo tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait penanggulangan gelandangan dan pengemis (gepeng). Aturan ini nantinya akan memuat sejumlah upaya pembinaan sosial, serta ketentuan larangan dan sanksi pidana bagi pelanggar.
Ketua Komisi A DPRD Palopo, Aris Munandar, mengungkapkan bahwa Ranperda tersebut disusun untuk memberikan pendekatan pembinaan yang komprehensif. Dalam rancangan itu, telah diatur tentang bimbingan mental, sosial, keterampilan, hingga penyaluran bagi gepeng.
“Dengan hadirnya perda ini, terdapat pasal-pasal yang memuat pembinaan sosial. Seperti Pasal 7, itu mengatur tentang bimbingan mental, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan, dan juga penyaluran terhadap gelandangan dan pengemis. Jadi semua diatur di situ,” jelas Aris, Selasa (22/4/2025).
Selain pembinaan, Ranperda juga memuat ketentuan sanksi tegas. Salah satu pasal mencantumkan hukuman pidana bagi siapa pun yang kedapatan mengemis.
“Di Pasal 9, diatur larangan dan sanksi. Setiap orang yang melanggar dan melakukan pengemisan bisa dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp20 juta,” tegasnya.
Meski demikian, Aris menegaskan bahwa isi Ranperda ini masih bersifat sementara dan bisa mengalami perubahan selama proses pembahasan berlangsung. Hal ini juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menetapkan batas maksimal denda hingga Rp50 juta.
“Ini masih dalam bentuk ranperda dan tentu masih bisa berubah. Tapi dalam UU Nomor 13 Tahun 2022, disebutkan bahwa denda maksimal bisa sampai Rp50 juta,” ujarnya.
Komisi A DPRD Palopo juga berencana menggandeng Dinas Sosial dan Dinas Pertanahan untuk mencari solusi jangka panjang, termasuk kemungkinan pengadaan rumah singgah bagi para gepeng.
“Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Pertanahan. Kita lihat apakah ada aset yang bisa dialihkan menjadi rumah singgah,” terang Aris.
Terkait upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Sosial dalam menangani gepeng, Aris menilai langkah tersebut belum sepenuhnya maksimal dan masih perlu kajian lebih mendalam.
“Saya rasa, dari Dinas Sosial itu masih perlu kajian lebih lanjut,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa jumlah gepeng di Kota Palopo kemungkinan lebih besar dari data yang ada saat ini. Minimnya dasar hukum menjadi salah satu kendala dalam penanganan dan pendataan yang efektif.
“Saya kira jumlah gepeng di Kota Palopo mungkin lebih banyak dari yang tercatat. Tapi karena belum ada dasar hukum yang kuat, baik di Dinas Sosial maupun Satpol PP, maka penanganannya belum efektif,” tandasnya.