Luwu Utara, Wijatoluwu.com — Aktivitas pertambangan emas ilegal (PETI) kembali marak di Desa Onondoa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Terkait hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (IPMR), Ramon Dasinga angkat bicara.
Menurut, Ramon maraknya aktivitas PETI di wilayah Kecamatan Rampi diduga kuat diback-up oleh sejumlah oknum, baik dari kalangan masyarakat lokal Rampi, maupun dari oknum Aparat Penegak Hukum (APH) atau oknum polisi, serta dari pihak politisi mulai dari politisi lokal hingga politisi Senayan.
“Kami menduga, aktivitas PETI di wilayah Kecamatan Rampi yang kembali marak sejak April 2022 itu karena diback-up oleh sejumlah pihak, baik dari oknum masyarakat lokal Rampi, maupun dari oknum kalangan APH atau oknum polisi, termasuk sejumlah oknum politisi lokal hingga politisi Senayan,” ujar Ketua Umum PB IPMR saat dikonfirmasi jurnalis media ini, Jumat (25/11/2022).
Lebih lanjut, alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cokroaminoto Palopo (FKIP-UNCP) ini menjelaskan bahwa para pelaku PETI tetap bebal melakukan aktivitas ilegalnya yang merusak dan mencemari lingkungan hidup meski sudah ditegur berulangkali oleh warga setempat bersama para pemangku adat Rampi dan pemerintah desa Onondoa, serta Pemerintah Kabupaten Luwu Utara melalui dinas terkait dan oleh Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani.
“Para pelaku PETI terkesan bandel meski sudah berulang kali ditegur, baik secara lisan maupun tertulis, mungkin karena merasa kuat sebab mereka disokong oleh sejumlah orang penting dan berpengaruh yang rakus, serta korup,” jelas Ramon.
Bahkan beredar issu, sambung Ramon di kalangan masyarakat adat Rampi, heboh bahwa yang membekengi para pelaku PETI antara lain adalah oknum tokoh adat Rampi, oknum Polisi berpangkat perwira menengah di jajaran Polda Sulsel, oknum Anggota DPRD Luwu Utara, dan oknum Anggota DPR RI, serta oknum pengusaha tambang asal Kabupaten Sidrap dan Wajo.
Ramon berharap semua pihak terkait untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku PETI di wilayah Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara.
“Kami berharap semua pihak terkait segera mengambil tindakan nyata sesuai proporsi dan kewenangannya. Utamanya APH khususnya jajaran Polres Luwu Utara, Polda Sulsel dan Mabes Polri untuk menindak tegas dan memproses hukum para pelaku PETI sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan, jangan malah terkesan tutup mata dan pura-pura tuli,” harapnya.
Ramon menegaskan, jika aktivitas PETI di wilayah Kecamatan Rampi tidak segera dihentikan, maka dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem akan semakin terasa dan bisa berbuntut bencana. Pasalnya para pelaku PETI menggunakan sejumlah alat modern seperti excavator dan dump truck.
“Para penambang emas ilegal di wilayah Desa Onondoa, Kecamatan Rampi, menggunakan lima unit alat berat excavator dan tiga unit dump truck. Bahkan disinyalir menggunakan zat kimia berbahaya yang bisa berdampak buruk terhadap lingkungan dan ekosistem yang ada di Rampi dan sekitarnya. Zat kimia berbahaya itu, yakni kapur, sianida, dan mercury,” tegasnya.
Untuk diketahui, aktivitas PETI di wilayah Kecamatan Rampi mulai marak sejak awal tahun 2021 lalu, namun sempat terhenti sejak pertengahan tahun itu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pada April 2022 praktek PETI kembali marak hingga berita ini dipublikasikan.
Diketahui pula bahwa Majelis Adat Rampi (MAR) bersama masyarakat Adat Rampi pada tanggal 12 September 2022 telah mengeluarkan hasil Musyawarah Khusus Masyarakat Adat Rampi tentang Penolakan Tambang Emas Ilegal di wilayah Kecamatan Rampi.
Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 570/164/DLH/III/2022 tentang Pemberhentian Terhadap Aktivitas Penambangan Ilegal di wilayah Kabupaten Luwu Utara tertanggal 23 Maret 2022.
Bahkan Bupati Indah Putri juga telah menyurati Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan dan Komisi VII DPR RI, terkait aktivitas PETI di wilayah Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara pada 16 November 2022.
Sebagai informasi, Aliansi Seko Rampi (ASERA) juga telah melakukan aksi unjukrasa dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak terkait yang mempersoalkan penolakan aktivitas PETI dan aktivitas PT. Kalla Arebamma di wilayah Kecamatan Rampi dan Seko. (*)