Kenaikan Harga Pupuk Membuat Petani Sawit Geleng-Geleng Kepala

Teguh Septiandi
Penulis: Teguh Septiandi (Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol padang)

Minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil) di Indonesia dikabarkan tahun 2023 akan turun sebesar 11%. Bahkan lebih buruk lagi, petani sawit mengkhawatirkan produksi tandan buah segar (TBS) tahun 2023 akan bisa mengalami anjlok.

Hal itu tak lupa dengan menyusulnya harga PUPUK yang semankin melonjak naik, banyak petani yang memilih untuk mengurangi ataupun tidak memberika pupuk sama sekali, dan hal ini akan berdampak dengan hasil panen petani sawit.

IKLAN

Sama-sama kita ketahui sudah satu tahun lebih terjadinya kenaika dari sarana produksi yang sangat signifikan, seperti pupuk, herbisida, dan pestisida. Sejak January lalu kenaikan harga pupuk sudah sampai 300%, dan TBS anjlok sejak april 2022.

Akibat dari mahalnya pupuk dia menjabarkan, hamya 12% petani swadaya yang memupuk sesuai dosis, 18% setengah dosis,70% tidak sama sekali diberi pupuk.

Sementara, luas lahan petani sawit petani di Indonesia adalah 6,87 hektare, dimana 93%-nya atau 6,38 juta hectare milik petani swadaya dan ribuan hectare milik petami bermitra.

Pada saat ini banyak petani sawit lari kepada pupuk kandang, kompos dibandingka untuk membeli pupuk buatan pabrik. Tujuan utama yaitu untuk mengurangi biaya pupuk dan mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda.

Apalagi pemerintah telah menghapus pupuk bersubsidi untuk para peteni sawit. Hal ini tidak menjadi masalah asalkan pemrintah bisa menaikan harga sawit (TBS). dan hal itu bisa sepadan dengan pengeluaran petani sawit.

Kita tahu Indonesia merupakan salah satu penghasil CPO terbesar di dunia namun mengapa harga minyak goreng di Indonesia masih mahal. Dan semuanya ini aka nada jalan keluarnya semoga pemerintah bisa mengsubsidikan kembali harga pupuk, supaya peteni tidak merasa diberatkan.

Penulis: Teguh Septiandi
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol padang

Editor: Rahmat Al Kafi